Detail Berita

Kunjungan Delegasi Thailand dan India Ke Puskesmas Turen

Usai menghadiri giat Posbindu PTM Kasuari Kelurahan Sedayu, delegasi Thailand dan India diajak Team Leader SMARThealth Universitas Brawijaya (UB) dan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang, mengunjungi Puskesmas Turen sebagai salah satu primary health care yang ada di Kabupaten Malang dan sekaligus telah melaksanakan replikasi SMARThealth.

Delegasi Thailand terdiri dari Dr. Krisada Hanbunjerd, MD (director of NCD division, Department of Disease Control, Kementerian Kesehatan Masyarakat (Kemenkesmas) Thailand), Siriwan Pitayarangsarit, Ph.D (staf Pengendalian Penyakit, Kemenkesmas Thailand), Prof. Dr. Kriang Tungsanga (Bhumiranagarindra Kidney Institute, Bangkok) dan Dr. Methee Chanpitakkul (Bhumiranagarindra Kidney Institute, Bangkok), serta satu orang delegasi dari India, Renu John, BDS, MPH (Research Fellow di the George Institute for Global Health India).

Kapus Turen berkenan memberikan sambutan. Dalam sambutannya, Kapus dr. Wahyu berceritera ihwal mengenal SMARThealth hingga familiar terhadap programnya.

Setelah itu dilakukan diskusi antara kedua delegasi tersebut dengan Puskesmas Turen. Diskusi bersifat mengalir, tidak terlalu formal, dan dinamis. Selain itu, diskusinya juga berjalan lancar serta tidak memakan waktu yang lama, karena baik Kapus, penanggung jawab program PTM, dan dokter fungsional bisa berbahasa Inggris dengan lancar.

Dalam diskusi itu, delegasi Thailand proaktif sekali bertanya. Mulai dari periode skrining, kadernya, insentif kader, obatnya hingga aplikasinya. Pada saat diskusi itu, penanggung jawab program PTM Puskesmas Turen, Dita, mengatakan, “Sometimes the internet network is unstable.”

Terkait hal ini, Dr. Krisada Hanbunjerd, MD bertanya, “Bagaimana bila hal itu terjadi?” Dita pun menjawab. “Kita biasanya memakai kertas Form Skrining untuk jaga-jaga kalau internet tidak stabil. Aplikasi ini sebenarnya juga punya fasilitas offline. Menguntungkan bila tak ada jaringan internet yang baik,” jelas Dita.

Sementara itu, dalam diskusi tersebut juga menemukan sejumlah perbedaan yang bisa memperkaya wawasan, seperti waktu skrining misalnya. Di Thailand, skrining dilakukan per tiga bulan sekali, dan start setiap bulan Oktober. Sedangkan, kalau di Indonesia dilakukan setahun sekali yang dimulai dari Januari hingga Desember.

 

Dalam diskusi, delegasi Thailand cenderung detil. Seperti halnya yang ditanyakan oleh Siriwan Pitayarangsarit, Ph.D perihal beban dan insentif kader. Diketahui, bahwa 1 kader banding 66 pasien di Thailand dalan beban target. Sementara di wilayah kerja Puskesmas Turen, 1 kader banding 161. 

Tak hanya bebannya, Siriwan juga menyoroti mengenai pemberian insentif yang sama per kader. “Apakah kader yang malas dengan yang rajin akan dikasih insentif yang sama?” tanya Siriwan.

Sementara itu, mengenai pemberian obat bisa dikatakan hampir sama. Untuk pasien yang memiliki faktor risiko tinggi (highrisk) akan mendapatkan obat untuk sebulan. Yang membedakannya adalah kepatuhan. Di Thailand, boleh dibilang pasiennya patuh dalam mengonsumsi obat sesuai yang dianjurkan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain yang mendapat delegasi dari dokter.

Diskusi yang memakan waktu sekitar dua jam itu, memberikan gambaran perihal kondisi negara masing-masing, dan perbedaan yang ditemukan tidak mengisyaratkan kelemahan tapi memang karena situasi dan kondisinya yang mungkin berbeda.

 

Pihak Puskesmas Turen pun mengakui bahwa secara sumber daya manusia (SDM). Thailand akan lebih siap nantinya dalam mereplikasi SMARThealth di negaranya. Ke depan, Puskesmas Turen juga akan terus berbenah dalam setiap layanannya kepada masyarakat.

Namun demikian, dari diskusi yang intens ini tersirat adanya tekad dengan slogan yang sama, seperti yang tertera dalam kaos warna pink yang dikenakan kedua delegasi dari Kemenkesmas Thailand itu, “Together fight NCDs” (Bersama Kita Lawan PTM)

Berita Lain